“ PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KESENIAN ”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester 2
Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu Dr. Sri Utaminingsih, M.,Pd

Oleh : Tomy Satria Jatmika
           NIM. 210703054


Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan berulang kali. Setidaknya perubahan ini berlangsung selama 11 kali sejak Indonesia mengalami kemerdekaan di tahun 1945. Perubahan kurikulum ini terjadi pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013 dan 2015.
Perubahan berulang yang terjadi pada kurikulum di Indonesia nampaknya belum membawa banyak sentuhan dan pengembangan pada bidang Pendidikan seni. Hal tersebut menjadi sebuah hal yang patut untuk disayangkan apabila kita ingat pentingnya pendidikan seni dalam menciptakan sebuah peluang untuk mencetak peserta didik yang kreatif, inovatif dalam sebuah pembelajaran akdemik yang fleksibel dan unik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dewey,dkk yang menyatakan bahwa pendidikan seni dapat meningkatkan kreatifitas anak. Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh sebuah pernyataan dari Kaufman yang mengatakan bahwa pendidikan seni dapat mengembangakn imajinasi, kreatifitas, dan kemampuan artistic serta intelektual. Bahkan secara tegas bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa seni dapat menghaluskan perasaan. Perasaan yang dimaksud dapat diartikan sebagai sebuah keadaan diri peserta didik dalam mengenali dirinya sehingga dapat bertindak dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sehari hari siswa. 
Lebih jauh dari apa yang telah dipaparkan diatas, kesenian sendiri sebenarnya merupakan sebuah jati diri dan karakter bangsa. Kesenian yang beragam dari tiap daerah di Indonesia merupakan sebuah kekayaan dan ciri khas dibandingkan dengan negara lain. Kekayaan yang dimiliki ini hendaknya patut untuk dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan .
Berkaitan dengan pendidikan di Sekolah Dasar, Pendidikan seni mempunyai andil yang sangat besar dalam menunjang perkembangan peserta didik karena memiliki berbagai sifat penting yang dibutuhkan peserta didik. Menurut Kamaril (2001), Pendidikan Seni memiliki tiga sifat yaitu, (1) sifat multidimensional tingkat berpikir,  artinya mata pelajaran seni berperan mengembangkan kompetensi yang meliputi; persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, dengan cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetis, etika, dan estetika. (2) sifat multilingual adalah mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan bebagai medium, atau cara, seperti; bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran serta perpaduannya. (3) sifat multikultural mengandung makna menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap keberagaman budaya nusantara dan mancanegara sebagai wujud sikap menghargai, bertoleransi demokrasi, beradap serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dengan budaya yang majemuk.
Dari penjabaran sifat pendidikan seni di atas, sebenarnya pendidikan seni bukan hanya terbatas menjadi sebuah mata pelajaran dalam kurikulum di sekolah dasar, namun lebih dari itu kita dapat mengembangkan kurikulum yang berbasis kesenian.
Pilar dalam pengembangan kurikulum yang diawali oleh John Dewey(1902) yang diskembangkan oleh Hilda Taba (1945) menyatakan bahwa dalam mengembangakn kurikulum harus memperhatikan tiga hal yaitu kebutuhan siswa disiplin ilmu dan tuntutan masyarakat (Karhami 2000;285). Namun kenyataan yang terjadi di lapangan justru kebutuhan siswa dalam masa perkembangannya ini terasa dikesampingkan karena hanya diberikan untuk mempelajari disiplin ilmu yang merupakan tuntutan dari masyarakat. Untuk dapat memenuhi kebutuhan siswa yang nampak dikesampingkan hendaknya dalam proses pendidikan di sekolah harus benar-benar memperhatikan kebutuhan peserta didik.
Dengan kurikulum berbasis kesenian, kebutuhan peserta didik pada masa perkembangannya akan dapat tercukupi. Pengembangan kurikulum berbasis kesenian akan membawa keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan peserta didik yang terletak pada pemberian pengalaman Estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi, berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan “belajar dengan Seni”, “belajar melalui seni”, dan “belajar tentang seni”, peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.



No comments:

Post a Comment